Home » » "SOEKARNO: Indonesia Merdeka": Tak Ada Rotan, Raam Punjabi

"SOEKARNO: Indonesia Merdeka": Tak Ada Rotan, Raam Punjabi

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Friday, December 13, 2013 | 9:59 AM

Film "Soekarno: Indonesia Merdeka" menuai kritik

Rachmawati Soekarnoputri, anak kandung Soekarno, menyatakan film yang diluncurkan serentak 11 Desember 2013 ini telah melenceng dari fakta, baik soal tokoh (menurutnya, tokoh yang memerankan Soekarno dalam film ini tidak memenuhi harapannya) maupun alur cerita. Ketika mengajukan ide pembuatan film ini, Rachmawati yang merasa menjadi penggagas ingin sosok pemeran utama yang memerankan Soekarno dalam film ini ditentukan olehnya. Ia juga meminta agar dilibatkan untuk mengarahkan gesture aktor Soekarno pada setiap adegan agar dapat menggambarkan sosok ayahandanya secara maksimal. Ketika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, Rachmawati mengundurkan diri dan akhirnya perjanjian kerjasama pembuatan film Soekarno dengan Multivision Plus (MVP) selaku rumah produksi film batal. Namun, MVP tetap melanjutkan produksinya, sehingga pada 12 September 2013 Rachmawati melayangkan somasinya ke MVP, yang isinya menuntut agar film Soekarno tidak ditayangkan, dipromosikan, ataupun disebarluaskan dalam bentuk apa pun.



Di pihak lain, Hanung Bramantyo, sang sutradara, telah memilih Ario Bayu sebagai pemeran Soekarno. Hanung meyakini filmnya akurat berdasar sejarah masa lalu. Menurutnya, Rachmawati hanya berhak memberikan saran, sedangkan keputusan dalam proses pembuatan film tetap menjadi haknya sebagai sutradara. Pernyataan tersebut ditegaskan dalam klarifikasinya selaku Sutradara Film Soekarno tentang Kontroversi dengan Pihak Ibu Rachmawati Soekarnoputri selaku Ketua Yayasan Pendidikan Soekarno. Bramantyo juga membuat pernyataan bahwa motif somasi Rachmawati semata mencari popularitas. Kasus ini pun semakin panas.

Terancam Ditarik dari Peredaran

Pada pengumuman dan peringatan yang diterbitkan di Kompas, Kamis 12 Desember 2013 kemarin, Rachmawati secara resmi melalui kuasa hukumnya kembali menyatakan sebagai pencipta atau pemegang hak cipta naskah "Bung Karno: Indonesia Merdeka." Rachmawati juga mengajukan keberatan dua adegan yang tertulis pada skrip halaman 35, yaitu:
  1. " dan tangan polisi militer itu melayang ke pipi Sukarno beberapa kali. Saking kerasnya, Sukarno sampai terjatuh ke lantai."
  2. "Popor senapan sang Polisi sudah menghajar  wajah Sukarno."
Somasi Rachmawati
Somasi di Kompas, 12 Desember 2013
Pengumuman tersebut juga menyebutkan bahwa Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan penetapan sementara yang memerintahkan menghentikan penyiaran atau yang serupa dengan itu khusus pada kedua adegan di atas.

Salah Satu Apresiasi Masyarakat

Sementara itu, kritik terhadap Soekarno: Indonesia Merdeka juga muncul dari grup Airsofter Indonesia. Lho, apa hubungannya airsofter dengan film? Rupanya, grup tersebut memiliki anggota yang menjadi penggiat Hobby Reka Ulang Sejarah (reenactors).

Apa itu Reka Ulang Sejarah atau Historical Reenactment?

reenactor:
a person who enacts a role in an event that occurred earlier.
actor, histrion, thespian, role player, player - a theatrical performer 

(freeonlinedictionary.com)

Reka-ulang sejarah (historical reenactment) merupakan kegiatan pendidikan maupun hiburan dengan skrip yang akan diperankan para anggotanya untuk melaksanakan rencana yang telah ditentukan sebelumnya untuk menciptakan kembali aspek sejarah dari suatu peristiwa atau periode tertentu. Kegiatan semacam ini bisa kita telusuri dari jaman orang-orang Romawi yang sering mementaskan rekreasi pertempuran-pertempuran terkenal di dalam amphitheater mereka sebagai tontonan khalayak umum.
Anggota kegiatan reka-ulang sejarah ini biasanya para amatir yang menjadikan sejarah sebagai hobi Mereka sangat beragam latar belakangnya. Usianya mulai dari anak-anak yang dibawa para orang tua ke even tersebut sampai yang usia tua. Di antara orang dewasa sendiri, profesinya cukup beragam: mahasiswa, pengacara, anggota militer, dokter, dan bahkan juga sejarawan profesional.

Kritik Komandan Indonesian Reenactors: Tak Ada Rotan, Raam Punjabi

Melalui grup Airsofter Indonesia, Ostuf Permadi yang merupakan Komandan Indonesian Reenactors mengirimkan kritiknya terhadap Film "Soekarno: Indonesia Merdeka" yang saya salin-rekat di bawah ini:
Dear Admin & Moderator, Mohon izin Share..

Ini apresiasi kami sebagai penggiat Hobby Reka Ulang Sejarah (REENACTORS) dalam rangka menyambut tayangnya film "SOEKARNO: Indonesia Merdeka" garapan MVP (Multivision Plus) si Raam Pundjabi..
Sudah lebih dari 10 tahun perfileman Indonesia DIRUSAK oleh para "film maker" (produser) asal India yang tak hanya membanjiri TV Nasional dengan sinetron Stripping yang NOL BOBOT dan cuma merusak mental anak bangsa..
Tak cukup merusak sampai disitu, mereka skrg mulai merambah ke film SEJARAH layar lebar.. Inilah yang terjadi bila mental "tukang kain pasar baru" sok-sok bikin film (maaf kasar).. "BIAR ASAL, YANG PENTING CEPAT & MURAH"
Bisa dimengerti kenapa sampai ada anggota keluarga Bung Karno yang tidak terima & kirim SOMASI.. MVP dan Punjabi jelas-jelas terlihat "Profit-Oriented" dan NOL PENGHARGAAN terhadap sejarah itu sendiri..
..terlihat dari penggunaan seragam HANSIP sebagai properti kostum pasukan DAI NIPPON (Jepang) WTF ??? You gotta be EF-ING kidding me..
* sebagai perbandingan, kita posting 2 foto (di Comment Box) kegiatan reka ulang Dai Nippon (tentara Jepang) oleh para penggiat hobby Reka Ulang Sejarah INDONESIAN REENACTORS (2012-2013)..
Pundjabi PELIT Klaim mau menghargai sejarah.. tapi cuma mau keluar duit 400-500 ribu perak untuk properti Kostum 1 tentara Jepang.. MANA BISA OOM ?? Personel IDR keluarkan MINIMAL 3 JUTA sampe 4 JUTA untuk bisa mengilustrasikan IMPRESI 1 serdadu Jepang secara AKURAT..
Bila mau mengangkat sejarah.. Please Please DO IT RIGHT!! Sejarah HARUS DIGAMBARKAN SECARA AKURAT! Demi menghargai Sejarah itu sendiri. Pelajaran juga buat temen2 REENACTORS.. "if you want to do it.. do it right!"

PUNDJABI PROFIT ORIENTED,
NOL PENGHARGAAN THD SEJARAH!
Ostuf Permadi memfokuskan kritiknya pada kostum yang dipakai pada Film Soekarno: Indonesia Merdeka dengan gambar di samping ini. Terlihat pada frame pertama tokoh Sakaguchi yang diperankan Fery Salim diberi tanda panah pada emblem di krah seragamnya. Pada frame kedua, tokoh lain (Laksamana Maeda) diberi tanda panah pada rambutnya (tidak memakai topi?).  Pada frame ketiga, topi dan sepatu juga diberi tanda panah (mungkin ini yang disebut beliau seragam Hansip?). Mengacu pada cacat kostum tersebut, Ostuf menekankan bahwa film sejarah tidak layak dibuat asal-asalan, cari murah, dan cepat, untuk mengejar keuntungan komersil.

Dalam pembuatan kostum, Ostuf ingin produser film Soekarno berintrospeksi dan berkaca pada bagaimana detailnya Indonesian Reenactors telah melakukan pemilihan kostum dalam rangka reka ulang Dai Nippon yang telah mereka lakukan demi mendapatkan sentuhan rasa yang nyata menggambarkan kondisi waktu itu (lihat gambarnya di bawah).



Mengomentari kritik ini, Ian Arief, salah satu teman reenactors yang juga ikut urun rembug, membuat plesetan peribahasa cukup menggelitik: "tidak ada rotan, Raam Punjabi" (mengacu pada produsen fim Soekarno), yang menurut saya unik dan cocok dijadikan judul kritik Bung Ostuf di atas. Saya sendiri belum menonton film ini, sehingga tidak dapat berkomentar banyak (weleh, hanya modal cerita sana-sini, >.<)

Reka Ulang Dai Nippon 2012
Reka Ulang Dai Nippon 2013
Kegiatan Indonesian Reenactors: Reenactment Dai Nippon 2012 dan 2013 
(foto: Ostuf Permadi)

Tanggapan dari Pihak Film Soekarno tentang Komersialisasi Film

Menanggapi kritik masyarakat tentang komersialisasi film, sebenarnya Hanung Bramantyo telah menjelaskan hal itu dalam klarifikasinya terhadap kontroversi dengan Rachmawati yang saya kutip sebagai berikut:
Secara keseluruhan dan sebuah film pendidikan sekalipun tidak bisa lepas dari aspek komersil, jika kita pikir kembali, tidak ada yang salah dengan aspek komersil. Hanya saja pola pikir masyarakat sudah terbentuk, memandang negatif hal-hal yang  komersil, karena dinilai hanya mementingkan keuntungan semata.
Baca juga Tanggapan dari A.S. Laksana tentang kontroversi Film Soekarno
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into