Home » » Menthong, Kosakata Budaya Makan yang Kian Memudar

Menthong, Kosakata Budaya Makan yang Kian Memudar

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Tuesday, May 3, 2022 | 11:11 PM

Menthong adalah istilah spesifik dalam makan ini ada di dusun saya di Blitar sana. Artinya adalah makan nasi seenthong. 

Kalau dijelaskan lebih longgar artinya adalah makan nasi secukupnya, dan menurut orang dusun kami, ukuran seenthong dalam makan dipandang cukup. Seperti saat bangun lapar malam-malam gara-gara berisik letusan kembang api begini, saya menthong. Tidak makan banyak, cukup sebagai pengganjal lapar saja. Dan saat ke tetangga sebelah di desa dulu, kadang saya akan ditawari menthong. 

Arti tawaran itu adalah "Jika berkenan di hati, cicipilah makan sing/malam di rumah kami barang seenthong." Sekarang penduduk dusun saya nampaknya sudah mulai jarang memakai istilah menthong, beralih ke mangan, istilah yang lebih umum. Begitulah, kira-kira.

Ngomong-omong saking terbiasanya pakai istilah enthong dalam bahasa Jawa, sampai saat ini saya masih kagok saat istri menyebutnya sendok nasi, sama bingungnya dengan sendok sayur untuk irus. 

Arti menthong di atas pernah saya posting di Facebook. Waktu itu salah teman FB Mas Dody Pribadi memadankannya dengan istilah yang lebih merakyat: ganjel telih. Tapi salah seorang guru saya waktu SMP punya definisi agak berbeda. Definisi beliau: 
Menthong itu makan dalam waktu antara makan siang dan makan malam. Masih menurut beliau menthong juga untuk makan setelah makan malam sebelum tidur atau sewaktu terjaga di malam hari.

Definisi beliau itu tampak beliau bangun dari sudut waktu, yaitu frekuensi paling sering terjadinya. Di sisi lain, definisi saya mencoba selain sudut waktu juga menyimpulkannya dari sudut etimologis. Tentu saja ini adalah kesimpulan tanpa penelitian, tapi hanya sebatas karena saya memiliki kosakata enthong untuk "sendok makan", dan saya berhipotesis etimologi menthong berasal dari kata enthong mendapat imbuhan me- sebagai bentuk kata kerja yang dibentuk dari kata benda, serupa jika dalam bahasa Indonesia Google menjadi meng-google.

Kali ini saya akan mencoba mengumpulkan beberapa definisi menthong yang terekam dari jejak digital di Google.

Dialek Ngawi
Kebiasaan Petani di Dusun Gowok, sebuah dusun terpencil di bagian  timur lereng Gunung Lawu, sekitar tiga kilo meter arah selatan Desa Narayudan, Kabupaten Ngawi, latar novel Pada Langit Cinta.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42720/2/PADA%20LANGIT%20CINTA%20Repo.pdf

Sekitar jam empat sore, ketika kelelahan mereka sudah sampai pada puncaknya, mereka bergegas pulang untuk mandi, shalat ashar, dan makan 
sore. Pada umumnya mereka, para petani itu, tidak mengenal tradisi makan malam. Bukan berarti makan malam merupakan suatu hal yang 
tabu bagi mereka, sebab, ada kalanya mereka menyempatkan makan tambahan pada waktu malam yang dikenal dengan istilah menthong.

Dialek Pacitan

  • Menthong = wektu mangan sakiwa-tengené jam 3 sore lan 10 wengi
https://jv.m.wikipedia.org/wiki/Dhial%C3%A8k_Pacitan


DIalek Trenggalek

MENTHONG, E nya di baca seperti e nya (enak=Indonesia). O nya di baca seperti O nya (Bocor=Indonesia). Artinya makan kedua, di luar jadwal makan. Biasanya untuk sore hari dan malam hari. Misalnya jam 12.00 siang sudah makan siang, dan kemudian jam 14.00 makan lagi, atau jam 19.00 sudah makan malam, dan jam 21.00 makan lagi, makan jam 14.00 dan 21.00 itu disebut “menthong”.

https://oman1ars.wordpress.com/tag/kosa-kata/

Definisi tiga dialek tersebut masih berkutat pada waktu. Tampaknya waktu2 tersebut berasal dari sistem di luar sistem makan reguler sebagaimana dijelaskan dalam  artikel ini. 
https://elepguntan.files.wordpress.com/2014/02/ikhsanudin-2008-renik-renik-peristilahan-cara-makan-masyarakat-jawa-di-pringsewu.pdf

Belum ada definisi secara etimologis seperti yang saya hipotesiskan. Jadi sementara saya cukupkan dulu sampai di sini cerita ini.
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into