Home » , , , , » Bangsa yang Tidak Mencatat Harus Belajar "Jauh-Jauh" (Nimbrung Trending Topic Gaj Ahmada)

Bangsa yang Tidak Mencatat Harus Belajar "Jauh-Jauh" (Nimbrung Trending Topic Gaj Ahmada)

Diceritakan oleh Gugun Arief pada Monday, June 19, 2017 | 4:50 AM

*Ikut meramaikan soal Gajah Mada. Ini artikel lama yang udah pernah saya posting. Sudah saya upgrade sesuai situasi terkini. Saya posting ulang siapa tahu berguna.

============

"Mau menjadi bangsa yang maju kok musti jauh-jauh belajar ke luar? Kenapa nggak lihat kejayaan sejarah bangsa sendiri di masa lalu? Misalnya Majapahit."

Kurang lebih begitu komentar yang saya baca di grup sejarah. Saat itu ada posting mengenai sejarah Majapahit. Saya rasa kegelisahan sang penulis komentar itu sama dengan saya. Kenapa bangsa ini tidak maju dan berjaya sebagaimana dulu kala? Beberapa orang pun membayangkan romantisisme kejayaan masa lalu namun lupa bahwa masa sekarang adalah jaman yang sama sekali beda. Beda tantangan yang dihadapi, beda sistem kenegaraan dan beda arah kebudayaan. Sama ketika beberapa orang Islam membanggakan kejayaan abad pertengahan, ketika ilmuwan muslim memboyong warisan intelektual Yunani. Padahal pada masanya ilmuwan-ilmuwan muslim itu bisa dibilang "liberal" pemikirannya, yang kalau pada masa kini bisa kena label sesat. Aneh juga ketika orang memuja kejayaan masa lalu tapi pola pikirnya lumayan "anakronistik". Ah sudahlah ...  😞
Surya Majapahit
Surya Majapahit
Bagi bangsa kita, pembelajaran sejarah adalah suatu ironi.... Kita lihat. Dalam mempelajari sejarah Majapahit (secara ilmiah dan akademis), sebenarnya kita berhutang banyak pada penjajah 😉. Memang fakta yang pahit ... belajar sejarah negeri sendiri malah lewat musuh. Ya gimana lagi .... Karena kalau tidak, sejarah Majapahit tenggelam dan hanya menjadi dongeng pengantar tidur. Meski Majapahit runtuh, orang-orang Jawa tetap mengingatnya lewat tradisi lisan terutama dongeng-dongeng Babad Tanah Jawi. Seingat saya, buku cetak (bukan naskah kuno) pertama Babad Tanah Jawi adalah tulisan Rd. Pandji Djojosubroto yang berjudul Serat Babad Tanah Jawi terbitan tahun 1917. Penerbitnya G.C.T. Van & Company (lagi-lagi wong londo hehe). Saya jadi ingat semasa kecil dibacakan dongeng oleh Almarhum Bapak saya memakai buku ini (kalo gak salah). Bapak kebetulan lancar baca tulis aksara Jawa.

Sumber Sejarah Majapahit

Jika bicara dalam kerangka akademik, dua naskah yang dianggap sebagai sumber terpenting sejarah Majapahit adalah:
  • Kitab Pararaton (ditulis sekitar tahun 1600), berkisah soal Ken Arok dengan sedikit singgungan soal Majapahit. Isinya campur dengan mitos.
  • Nagarakretagama (ditulis sekitar tahun 1365), berupa puisi yang ditulis pada masa kejayaan Majapahit. Naskah ini sampai ke tangan ilmuwan berdarah Belanda karena merupakan hasil jarahan penjajah Belanda saat menyerbu istana Cakranegara di Lombok pada tahun 1894.
Selain itu dilengkapi juga dengan catatan-catatan dari luar, yang terkenal adalah bukunya Ma Huan yang berjudul Yingyai Shenglan. Ma Huan ini kalo jaman sekarang ya kayak "travel blogger" gitu lah. ya jaman dulu sayang belum ada instagram ya ... 😁

Selain studi atas teks, sejarah Majapahit juga diperkuat dengan artefak-artefak. Nah, sebelum masyarakat sadar akan sejarah mereka, maklum ya jaman dijajah orang-orang belum mikir hal lain selain cari makan, si penjajah-lah yang "menemukan" reruntuhannya. Thomas Stamford Raffles, Gubernur Letnan Inggris di Jawa dari tahun 1811 hingga 1816, melaporkan soal keberadaan "ruins of temples.... scattered about the country for many miles" di Trowulan. Tanpa ini mungkin gak ada pemugaran dll. sehingga kejayaan Majapahit terkubur dalam reruntuhan. Zaman dulu, orang sekitar tak mengganggap reruntuhan itu berharga. Batu bata candi sering dipakai ulang untuk bangun rumah, patung-patung beberapa dihancurkan untuk bahan bangunan dll. Upaya-upaya sejarawan masa lalu (yang mana adalah bagian dari pemerintah kolonial) itulah yang diteruskan oleh sejarawan Nasional kita di masa kemudian.

Majapahit Kerajaan Islam?

Akhir-akhir ini lagi rame soal bahwa Majapahit itu adalah kerajaan Islam. Wacana ini sebenarnya udah agak lama. Dalam sebuah perbincangan off the record saya pernah mendengarnya dari seseorang yang antusias pada sejarah. Waktu itu saya gak abis pikir. Kok bisa? Kan Majapahit Hindu? Orang itu bilang, ia memang secara kultural Hindu, tapi orang-orangnya Islam. Kayak Indonesia saat ini, secara politik memang republik modern (ala Barat) namun mayoritas masyarakatnya Islam. Majapahit kurang lebih serupa, secara kultural mereka memang berkebudayaan Hindu (mungkin karena kebudayaan Hindu dari India adalah hegemoni saat itu) namun warganya sudah Islam. Ia menunjukkan bukti artefak nisan di Trowulan yang bertuliskan syahadat. Selain itu dia juga ngomong basis teorinya yang lain tapi saya udah lupa. Udah lama sih. Saya pribadi tidak mengambil kesimpulan apapun soal ini. Lha wong saya tidak sedang meneliti sejarah. Mau ikut bantah atau dukung ntar malah ngawur jadinya. 

Lalu mengapa baru sekarang ramai dan viral? Mungkin wacana ini muncul kembali pada saat yang kurang tepat, yakni saat masyarakat sedang panas-panasnya ribut soal khilafah. Jadi apapun yang bau klaim-klaiman Islam bakal digempur habis. Masalahnya, suatu teori yang punya landasan argumen pun sering dianggap sekadar klaim sama orang yang nggak teliti. Padahal beda kan ya klaim cocoklogi ama teori sejarah? Orang hari ini emang sensitif. Nggak cuma dari kubu pro khilafah aja yang sensi, yang sekuler juga 😆. Jadi ya kudu sering cek data dulu sebelum kita menjatuhkan cercaan. Ya abis gimana ya? Emang orang sini sering banget anakronis kalo ngomong sejarah. Jadi ada teori yang sebenarnya ada landasannya dicap anakronis juga.

Coba saya tes. Kalo saya bilang spaghetti itu yang bawa ke Itali adalah para orang muslim kalian kaget nggak? 😊 Well. Coba cek deh. Saya pernah baca ternyata spaghetti - tidak sebagaimana mitos yang udah kadung beredar dibawa Marco Polo dari Cina - melainkan dibawa oleh orang-orang Moor via Spanyol.

Apakah Gajah Mada emang muslim? Nggak tau lah :) belum neliti saya. Lagian kalo muslim apa bukan juga so what... ntar kalo ternyata dia Syiah ribut lagi deh kalian. 😆

Meski demikian, keributan soal "Gaj Ahmada" akhir-akhir ini ada bagusnya, yakni menumbuhkan kembali minat menelusuri sejarah. Cuman sayang itu musti dilakukan dengan sangat payah. Lha kenapa? Karena kebanyakan sejarah kita baru terbentuk emang setelah kolonialisme.

So, belajar kejayaan jauh-jauh?

Ya emang iya ..., bangsa kita bukan bangsa yang rajin mencatat dan merawat. Makanya kita terpaksa belajar dari mereka.

Saya jadi ingat bahwa saya sempat mengeluh disuruh mencatat oleh guru sejarah dan bahasa saya. Sekarang jadi sadar bahwa mencatat dan melestarikannya itu penting.

Sekarang saya punya ide ..., kalian kalo bikin status Facebook yang penting jangan cuma ditulis di wall FB .... Cobalah bikin back up ukiran pada batu andesit. Kayak prasasti gitu...Jaga-jaga kalo suatu saat kita kembali ke zaman batu karena "anakronisme" manusia-manusia negeri ini ....

BTW, semoga ilustrasi yang saya sertakan berikut tidak lantas dianggap sebagai bukti bahwa biskuit Khong Guan sudah ada sejak jaman Majapahit. 😐
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into