Home » » A.S Laksana Jengkel Film Soekarno Tidak Beredar

A.S Laksana Jengkel Film Soekarno Tidak Beredar

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Tuesday, December 17, 2013 | 11:57 AM

Seperti telah saya posting di artikel "SOEKARNO: Indonesia Merdeka": Tak Ada Rotan, Raam Punjabi, Rachmawati lewat Kompas mengumumkan bahwa Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan penghentian film tersebut. Menanggapi ini, A.S. Laksana merasa jengkel film Soekarno: Indonesia Merdeka ditarik dari peredaran. Hal itu disampaikannya dalam tulisannya yang berjudul Bung Karno, Nasibmu di Jawa Pos, Minggu 15 Desember 2013. 



Sejak kecil sastrawan asal Jawa Tengah itu mengidolakan sosok Soekarno. Beliau mengenal Soekarno lewat seorang tukang reparasi jam, ayah temannya, yang sangat mencintai Presiden pertama RI ini. Dengan secara sembunyi-sembunyi bersama temannya mendengarkan pidato Soekarno di kaset-kaset yang dimiliki bapak itulah A.S. Laksana mendalami tokoh Soekarno.

A S Laksana
A. S. Laksana (Foto: DewiMagazine)
Ketika film Soekarno yang disutradarai Hanung Brahmatyo dibuat, A.S. Laksana adalah salah satu yang menyambut baik film itu. Reaksi yang sama beliau rasakan ketika SMA menonton film Pengkhianatan G30S/PKI yang diputar untuk kali pertamanya di bioskop. Sebagai anak SMA, tidak ada bayangan bahwa film tersebut merupakan propaganda Orde Baru. Reaksinya murni cinta kekaguman terhadap sang proklamator. Namun, sosok Soekarno dalam film tersebut membuat A.S. Laksana bersedih karena penggambarannya yang sangat berbeda dengan imajinasi yang diperolehnya lewat mendengarkan pidato-pidato Bung Karno.  Tokoh Soekarno dalam film Pengkhianatan G30S/PKI dilihatnya tampak sebagai sosok yang tak  tahu harus berbuat apa sehingga menimbulkan rasa kasihan. 

Awal 1990-an, harapan Laksana untuk dapat melihat sosok Bung Karno muncul kembali ketika Eros Djarot berencana mengangkatnya dari buku Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan K. H. Namun nampaknya harapannya tinggal harapan saat film yang digagas Eros tak kunjung digarap.

Perlbagai Alasan Akan Disusulkan Mengikuti Alasan Pertama

Ketika perseteruan terjadi, perbagai alasan akan disusulkan mengikuti alasan pertama. Itulah yang menurut Laksana telah terjadi pada konflik Rachmawati vs Hanung Brahmatyo. Alasan ketidakcocokan pemeran Soekarno termasuk keberatan aktor Ario Bayu dibesarkan di luar negeri, merupakan alasan cabang yang telah membelokkan Rachmawati dari tujuan utamanya mengangkat Soekarno ke dalam film.

Klaim Rachmawati bahwa dialah yang paham tokoh Soekarno juga dikritik pengarang yang aktif menulis cerpen di berbagai media cetak nasional ini. Menurutnya, Soekarno adalah bapak bangsa milik semua orang, bukan lagi monopoli siapapun, termasuk trahnya. Begitu juga informasi mengenai Bung Karno dapat dengan mudah kita cari lewat film-film dokumenter atau buku-buku yang beredar di era informasi ini. Menanggapi klaim Rachmawati sebagai pencipta atau pemegang hak cipta skrip Bung Karno, Laksana menutup tulisannya dengan mengutip alasan hakim pengadilan tinggi London Peter Smith membebaskan Dan Brown dari tuduhan plagiarisme:
"Tidak ada satu orang pun yang bisa mendapatkan hak untuk memonopoli ide-ide atau informasi historis."



Sumber: Bung Karno Nasibmu (A. S. Laksana, Jawa Pos, 15 Desember 2013)

Film Sejarah: Proses Kreatif di Tengah Komersialisasi

Menghadapkan proses kreatif dengan isu komersialisasi memang menjadi diskusi menarik. Di satu sisi, proses karya film Soekarno perlu diapresiasi sebagai pionir menuju perekaman momen-momen sejarah dalam film maupun digital, yang sekarang ini nampak masih lesu. Sebagai karya kreatif, suatu film menjadi tanggung jawab sutradara sepenuhnya untuk menentukan penokohan, ide-ide adegan, dan berbagai segi artistik lain dalam film. Penonton dan kritikuslah yang nantinya akan menentukan apakah suatu film itu layak dianggap sebagai film sejarah atau semata produk komersialisasi tuntutan pemirsa sebagai pelanggannya. Seperti itulah sepanjang yang saya bisa amati, termasuk kritik yang telah disampaikan Ostuf Permadi di SINI.

Juga menarik catatan kritis dari Kusno, anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD), DI SINI.
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into