Home » » Candra Jiwa: Versi Kawruh Jiwa-nya KAS, Psikoanalis-nya Freud, dan Filosofi Wayang Kulit

Candra Jiwa: Versi Kawruh Jiwa-nya KAS, Psikoanalis-nya Freud, dan Filosofi Wayang Kulit

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Saturday, November 10, 2012 | 3:04 AM

Menyimak junggringan di Komunitas Pelajar Kawruh Jiwa

CHANDRA JIWA VERSI KAWRUH JIWA KAS - PSIKOANALISIS FREUD - FILOSOFI WAYANG KULIT (STUDY BANDING)
oleh Ki Kondang Sarwoedi

  1. Nyandra = ndumuk = identifikasi
  2. Jiwa = raos kraos aku = eksistensi 'aku' yang mempribadi pada seseorang ; 
  3. CANDRA JIWA = nengeri ananing rasa krasa 'aku' ing saknjeroning manungsa, identifikasi adanya 'aku' yang mempribadi dalam diri manusia.
Rasa krasa aku ne Ki Ageng Suryomentaram piye, Freud piye? Wayang Kulit piye? Iki wayang kulite kulit apa Ki Kondang Sarwoedi?


VERSI KAWRUH JIWA Ki Ageng Suryamentaram

Jiwa punika 'raos', raos punika ingkang murugaken tiyang tumindak punapa-punapa. Tiyang tumandang pados toya kangge ngombe, jalaran kadorong 'kraos' ngelak, tumandang pados bantal jalaran kraos ngantuk, lan sanes-sanesipun. Mila raos punika dadhos tanda wenawi tiyang punika gesang. Nyinau raos punika nyinau tiyang, dados nyinau tiyang menika nyinau awak-ipun piyambak (pangawikan pribadi).

(terjemahan: Jiwa itu 'rasa'. Rasa itu yang menyebabkan orang bertindak apapun. Orang bergegas mencari air untuk minum karena terdorong 'rasa' haus, segera mencari bantal karena merasa mengantuk, dan sebagainya. Oleh karena itu, rasa ini menjadi tanda bahwa orang itu hidup. Mempelajari rasa itu mempelajari manusia. Maka mempelajari manusia itu adalah mempelajari diri sendiri (mawas diri).

 Ki Ageng Suryamentaram
 Ki Ageng Suryamentaram


Ki Kamerad Kanjeng: menyimak... ( karo udud...)


Dalam konsep Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram, jiwa dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi/ukuran. Ukuran pertama adalah jiwa bayi yang pekerjaannya mencatat segala sesuatu dan peristiwa di lingkungannya. Karena pekerjaannya baru mampu mencatat, maka dinamai JURU CATHET. Jiwa dalam klasifikasi ini disejajarkan sebagaimana tumbuhan yang hanya menerima respon dan masih terbatas sekali cara menanggapinya.

Cathatan-cathatan yang secara alami terprogram dalam diri seseorang tersebut hidup dan mempribadi (menjiwai). Cathatan yang mempribadi inilah yang diklasifikasikan sebagai jiwa ukuran kedua yang disetarakan sebagaimana binatang, meski sudah mampu merespon namun masih sebatas program-program yang sederhana. Contoh yang digunakan adalah prilaku anjing yg marah ketika anaknya diganggu, kalau merasa menang anjing tersebut akan mengejar dan lari kalau merasa kalah.


Ki Kamerad Kanjeng: menyimak...sinambi udud mneh...


(Jawab: dibukak sithik2 soale iki ya nyambi makarya)
 
Klasifikasi jiwa berikutnya yaitu ketika catatan/data yang masuk pada seseorang sudah begitu kompleksnya dan sudah melatih menghubungkan satu kejadian dg kejadian lainnya (berfikir) maka seseorang memasuki klasifikasi TUKANG MIKIR yg disebut juga KRAMADANGSA yaitu ukuran ketiga.

Ki Rido Hanjogo: lanjutkan , ikut menyimak Ki ..., smbi ngopi



Dalam Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram cathatan-cathatan yang kompleks itu diklasifikasikan menjadi 11 golongan dan tidak baku karena bisa dibuat golongan-golongan lainnya lagi. Kesebelas golongan itu adalah:
  1. raja darbe (rasa memiliki),
  2. kahormatan (penghormatan),
  3. panguasa (rasa hak milik),
  4. kulawarga (rasa hubungan sedarah/keluarga),
  5. golongan (rasa sosial status dalam hal yang tidak disengaja, dan rasa ideologi): Rasa sebagai bagian golongan ideologi ,agama, kepercayaan merupakan kesengajaan seseorang untuk bergabung,
  6. bangsa (rasa kebangsaan)
  7. jenis (rasa solidaritas melestaikan sesama spesies manusia),
  8. kepinteran (rasa solidaritas antar sesama profesi),
  9. kebathinan (rasa solidaritas sesama penganut kepercayaan),
  10. kawruh (rasa gengsi sesama ilmuwan),
  11. raos gesang: Golongan 'raos gesang' yg dimaksud adalah catatan-catatan komunitas-komunitas org yang memiliki kesamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup mereka

Ki Kamerad Kanjeng: Lha sing iki aku rung ngerti sumbere iki...dari mana Ki Kondang Sarwoedi?

Ki Weruh Kawruh: ngenteni karo leyeh-leyeh nyambi ngentho-ngentho

(Jawab: yen arep maca dhewe buku Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram 2 kaca 106 bab kramadangsa. Sing tliti ya. Iki porsi kanggo nepangake kadang-kadang sing isih awam)

Selanjutnya disimpulkan bahwa KRAMADANGSA dalam klasifikasi ukuran ketiga ini digambarkan sebagai PELAYAN DARI GOLONGAN- GOLONGAN CATATAN-CATATAN. Golngan catatan-catatan itu butuh hidup dan selalu mengkondisikan kramadangsa untuk memertahankan kelangsungannya.

Klasifikasi jiwa yang terakhir atau ukuran ke-empat adalah JIWA SEHAT yang disebut juga jiwa yang sudah tidak bisa diidentifikasi lagi (TANPA TENGER). Untuk manjing menjadi jiwa yang merdeka ini (ukuran ke-4), seseorang harus mampu mengalahkan sifat-sifat kramadangsanya sendiri.

Ki Weruh Kawruh: tak nyimak karo tak sambi sarapan yo Ki....

Ki Sunarno Mantingan: Ki Kondang Sarwoedi, sugeng enjing...mangga dipun lajengaken.iki yo tak sambi ngopi+udud.

(Jawab: wilujeng enjing para kadang Pelajar Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram, niki nggih ngaya2 nyalin saking buku,kula nggih nyambi makani pitik rumiyin ha ha ha)

BHARATA YUDHA JAYA BINANGUN gaya Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram adalah pengambilan sikap kramadangsa untuk tetap tunduk pada catatan-catatan yang menguasainya atau MANDIRENG PRIBADI yang digambarkan sebagai orang berdiri di simpang pertigaan jalan.

Penghalang untuk menuju ukuran ke 4 adalah pembelaan diri catatan-catatan yang mempribadi dengan melihat segala sesuatu dengan kaca mata 'like-dislike' (demen-sengit) yang ujudnya adalah KLAIM KEBENARAN. Padahal hampir semua catatan yang berupa pengertian (catetan raos) belum sampai pada hakekat maka perselisihan pasti terjadi. Kalau sadar perselisihan itu terjadi karena seseorang yang selalu merasa paling benar dan mau meneliti kesalahannya sendiri sampai ketemu maka orang tersebut sudah melangkah ke jalan jiwa yang sehat.

(... Isih nambahi conto2 barang e mbok menowo sing mirsani sithik2 isa tepung Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram)

Contoh cathetan' raja darbe', catatan pengertian apa yang paling utama dimiliki seseorang adalah kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidupnya (kebutuhan raga) yang berupa makanan dan minuman yang menghilangkan rasa lapar dan haus, sandang yang menghangatkan tubuh dari hawa dingin, papan untuk berteduh melindungi tubuh dari cuaca buruk. Catatan raja darbe akan banyak masalah ketika pengertiannya keharusan memiliki kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan mewah yg fungsinya memenuhi kebutuhan jiwanya.

Contoh catatan pengertian 'hormat' yang semestinya rasa nikmat itu kalau orang itu saling menghormati, tapi umumnya catatan orang itu merasa nikmat kalau dihormati org lain tanpa harus membalas hormat karena merasa sosial statusnya lebih tinggi.

(... Sampai disini dulu pengidentifikasian jiwa dlm Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram, selanjutnya kita "angok2" identifikasi jiwa versi psikoanalisis Freud.)

VERSI PSIKOANALISIS FREUD

Psikoanalisis,disebut juga depth psychology, mencari sebab-sebab prilaku manusia pada dinamika jauh didalam dirinya--pada alam tak-sadarnya. Sigmund Freud, bapak mazhab ini, adalah seorang neurolog yang hidup di Wina pada akhir abad 19. Pada waktu itu histeria merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi . Penderita menunjukkan masalah-masalah fisik tanpa ada sebab-sebab fisik yang diketahui. Freud menghipnotis pasiennya untuk menghilangkan gejala-gejala histerisnya.

Menurut Freud, semua prilaku manusia, baik yang tampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) disebabkan peristiwa mental (kejiwaan) sebelumnya. Ada peristiwa kejiwaan yang kita sadari, ada yg tidak kita sadari, tetapi gampang kita akses, dan ada yang sulit kita bawa ke alam tak-sadar. Di alam tak sadar inilah tinggal dua struktur mental/jiwa yang merupakan bagian terbesar gunung es kepribadian kita. Struktur jiwa di alam bawah sadar yg pertama disebut "Id" yaitu nafsu-nafsu naluriah, Yang kedua disebut "super ego" yaitu kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya yang telah mempribadi. Sementara pribadi yang mengendalikan alam sadar disebut "ego".

(Wah bahanne isih akeh tak ambegan sik, mau mung ngampet)

Ki Weruh Kawruh: kok ra enek sg di jabarne nganggo kr gathuk2ne crt wayang Ki...?

Ki Kondang Sarwoedi:
(Jawab: wayange metu keren gek trus digathuk2ke)

Id adalah jiwa anak-anak. Anak tidak dapat membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata, aku dan bukan aku, dan tidak mampu menahan/menunda keinginannya. Bila keinginannya tidak terpenuhi, saat itu juga ia langsung mencari pengganti sebagaimana bayi yang menghisap ibu jarinya ketika tidak segera disusui saat haus.

Kalau di Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram jiwa bayi digambarkan sepenuhnya hanya mencatat rangsangan-rangsangan, menurut Freud sepenuhnya dikuasai nafsu-nafsu naluriahnya/Id.

Dalam perkembangan selanjutnya, super ego lahir seiring interaksi sosial si anak. Lahirnya superego adalah dimulainya Bharatha Yudha Jaya Binangun dalam diri anak. Dua pribadi --Id (dorongan nafsu-nafsu) dan superego (etika dan norma-norma sosial yang mempribadi)-- berperang dalam diri seorang anak. Perkembangan anak hingga dewasa melahirkan ego, jiwa sadar, yang mampu mengelola maunya id dan protes-nya superego pada Id. Tanda lahirnya ego adalah ketika seseorang mampu menunda perintah Id untuk melampiaskan nafsu-nafsunya.

FILOSOFI WAYANG KULIT

FILOSOFI WAYANG KULIT menekankan pada bayangan jiwa manusia. Bagian kiri kelir adalah pribadi kita yang mengumbar nafsu, sebelah kanan gambaran jiwa yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip etika moral sementara sang dalang adalah gambaran jiwa yang mengatur kedua jiwa lainnya.

(... LHO! KOK MIRIP-MIRIP KONSEP FREUD, Jangan-jangan Freud terinspirasi pagelaran wayang kulit? Anggap aja kebetulan! Yang pasti setiap saat kita ini NANGGAP PAGELARAN WAYANG KULIT huahahahaha leren sik)

TIGA KONSEP JIWA MERDEKA TANPA TENGER (KAWRUH JIWA KAS - EGO FREUD - DALANG WAYANG KULIT)


Bisa dan banyak terjadi orang hanya mengabdi (ngugemi) pemahaman = pemahaman yang belum prinsipel (mendasar) dianggap sepenuhnya benar yang untuk mempertahankan eksistensinya akan menyerang ketika betemu pendapat lain yang berbeda, dan cenderung mencari pendukung.

Contoh yg kita lihat saat ini adalah konflik ideologi, agama/kepercayaan, kepemilikan tanah yang lahir dari jiwa ukuran 2 yaitu gerombolan catatan-catatan yang ingin hidup langgeng yang menguasai jiwa ukuran 3 (kramadangsa), ini versi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram.

Ki Weruh Kawruh: versi wayangnya belum Ki....


VERSI WAYANG: sebelum seseorang itu lahir jiwa dalangnya, orang itu memerankan kurawa (nafsu-nafsu) sekaligus pandawa (budi pakerti luhur). Dua dorongan ini sama kuatnya dan pasti berbenturan. Kalau satu ditahan akan jadi tekanan bathin, kalau tapi kalau dilepas/diumbar juga akan terbentur-bentur melukai diri sendiri. Jadi, menang kalahnya Barata Yuda diri tetap terluka.

Isu pokok cerita wayang baik Ramayana maupun Maha-Bharata adalah RUWATAN, istilah halus untuk PEMBERONTAKAN pada KENYATAAN. Lahirnya Rahwana adalah hasil dari ketidak-kuatan begawan Wisrawa menahan nafsu ketika meruwat dewi Sukesi. Penderitaan keluarga Pandawa dalam menegakkan BUDHI PAKERTI LUHUR juga tidak lepas dari ambisi ayahnya, Pandu, meruwat segala makhluk.

Aturan alam (dharma) tidak mungkin salah, manusia yang tidak bisa menerima kenyataanlah yg mengatakan salah, tdk adil. Dalang berpedoman pada pakem yaitu DHARMA. Pribadi/jiwa "dalang" sudah menyatu dengan aturan alam. Inilah pengembangan psikologi humanis yaitu psikologi transpersonal yang kosmosentris, yg dalam Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram madeg pribadi tanpa tenger (tan kinaya ngapa).
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into