Home » , » Pesan untuk Ibu Bapak Guru Agar Selalu Tabayyun Informasi (Hikmah dari Posting Jembatan Berbahaya Boyolali)

Pesan untuk Ibu Bapak Guru Agar Selalu Tabayyun Informasi (Hikmah dari Posting Jembatan Berbahaya Boyolali)

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Monday, March 2, 2015 | 10:35 AM

Setelah bergabung dan mengamati (membaca) posting di grup Facebook Forum Persatuan Guru Republik Indonesia, saya merasa prihatin akan kebiasaan tergesa-gesa dan spontan yang ada di sana. Contohnya, dulu pernah ada salah satu akun anggota forum yang melakukan share berita Aspartam di beberapa beverage yang beredar di Indonesia. Akun tersebut, kalau tidak salah Bapak Pak Dhe Paijo, sebenarnya telah mewanti bahwa berita itu perlu klarifikasi. Namun, beberapa detik kemudian, teman-teman Ibu/Bapak guru langsung melakukan share dan segera tersebarlah berita bohong tersebut. Waktu itu saya mencoba membuat posting untuk memperingatkan bahwa berita Soal Bahaya Aspartam tersebut tidak benar berdasarkan klarifikasi IDI dan pengumuman BPOM sebagai lembaga yang berwenang mengawasi masalah makanan dan minuman. 

Sedikit berbeda kasusnya, komentar-komentar pada posting tentang keprihatinan akan kondisi suatu desa yang anak-anak sekolahnya memanfaatkan saluran air sebagai jembatan di Boyolali yang dishare kemarin di forum juga menggambarkan ketidakhati-hatian yang kadang kita lakukan di media sosial. Beberapa Ibu dan Bapak Guru langsung mengomentari bahwa foto di bawah yang telah diterbitkan Media Indonesia adalah editan.

jembatan saluran air yang dibahas di Media Indonesia
Posting dari wall bu Yati Kurniawati tentang jembatan saluran air yang dibahas di Media Indonesia
Padahal, kalau kita mau lebih jauh mencoba mencari informasi sedikit lebih jauh, kita akan mendapati informasi mengenai saluran air yang dipakai sebagai jembatan yang berbahaya ini. Ini informasi yang saya dapat melalui internet:

“Jembatan” ini menghubungkan antara dua desa, yaitu Dusun Plempungan dan Desa Dukuh Suro. Dukuh Suro berada di Desa Ngresep, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Sedangkan Dusun Plempungan berada di Desa Bolon, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar. (sumber: Solopos.Com)

Rangkaian batang besi panjang ini sebenarnya bukanlah jembatan, melainkan saluran irigasi yang mengalirkan air dari Waduk Cengklik menuju sawah-sawah di sekitarnya. Menurut warga setempat, saluran irigasi ini dibangun pada saat Belanda masih berkuasa di Indonesia. Namun, masyarakat di sekitar saluran irigasi ini memanfaatkannya sebagai jembatan dengan menambahkan lembaran-lebaran kayu di atas batang-batang besi yang melintang di atas saluran air.

Saluran irigasi selebar ±1,5 meter ini tergantung di atas jurang sedalam 15-20 meter oleh 2 pasang besi panjang melengkung di antara dua struktur penahan di ujung saluran. Sementara itu, air mengalir di atas lempengan besi tipis. Tepat di atas aliran air tersebut, terdapat batang-batang besi yang dipasang melintang. Di batang-batang besi inilah masyarakat memasang papan-papan kayu selebar tidak lebih dari 40 cm sebagai jalan untuk melintasi “jembatan” ini.

Anak-anak di Indonesia mempertaruhkan hidup mereka sehari-hari hanya untuk menuju ke sekolah. Meskipun berbahaya, tapi mereka lebih suka menggunakan bangunan berbahaya itu ketimbang berjalan memutar sejauh lima kilometer. (Selengkapnya bisa dibaca di tulisan kompasianer yang gemar traveling dan fotografi Mas Edy Setyawan atau langsung diblognya: Estyawan)

Foto lengkapnya yang ada di Google: Boyolali - Karanganyar

Foto terbarunya bisa juga dilihat di sini: MetroTVNews

"Jembatan" berbahaya ini sebenarnya sudah menjadi sorotan mulai tahun 2012 lalu bahkan media luar negeripun menerbitkan beritanya, seperti di: Los Angeles Times dan Daily Mail UK

Tetapi nampaknya kita sudah melupakan keprihatinan itu, dan kini saat 2015 informasi dan beritanya diangkat kembali, kita pun kembali gagap. Tentu saja saya tidak bisa menjadi polisi bagi yang lain, dan saya pun mungkin tanpa sadar melakukan kekhilafan yang sama. Oleh karena itu, saya ingin mengingatkan diri sendiri dan khususnya Ibu/Bapak Guru untuk menghadapi badai informasi ini supaya tidak tenggelam dan hanyut.

Cek Ricek Informasi Internet (Tabayyun, Tatsabbut, Klarifikasi)

Khusus untuk Bapak/Ibu guru:

Please. Jika ada foto tidak sesuai dengan logika kita, janganlah lantas langsung menganggapnya editan. Sebaliknya, apabila ada berita bohong/hoax yang bersembunyi di balik kata-kata ilmiah, janganlah segera mempercayainya dan melakukan share. Sempatkanlah sejenak untuk mencari informasi tambahan yang dapat dipercaya, minimal kita sebenarnya dapat dengan mudah mengetik kata kunci di Mbah Google.

Dalam masyarakat kita, guru merupakan tempat menaruh rasa percaya dan hormat. Hendaknya rasa itu kita jaga, dengan berhati-hati dalam menanggapi suatu berita dan tidak menyebarkan berita palsu atau sebaliknya menganggap bohong berita yang benar. Oleh karena itu sekali lagi, cek ricek, klarifikasi, tatsabbut, tabayyun-lah karena komentar kita dibaca teman guru se-Indonesia dan mungkin anak didik kita juga.

Postingan Bu Sri Tutik Harwati​ termasuk salah satu contoh yang bagus tentang usaha klarifikasi, beliau berusaha bertanya ke teman guru yang ada di Boyolali. Namun membaca komentar dari teman yang bukan berasal dari daerah itu yg asal nyeplos bahwa itu editan, hmmm....... "Di situ kadang saya merasa sedih." :'(

Baca juga: Mengenali Jenis dan Ciri-ciri Berita Bohong/Hoax

Update: 31 Maret 2015


Tadi malam di grup PGRI kembali diunggah foto keprihatinan pendidikan di Indonesia seperti nampak pada gambar di atas, dan lagi-lagi secara spontan ada yang berkomentar foto ini palsu/editan.

Foto ini asli, dan foto orisinil diambil dari Kompas tertanggal 18 Mei 2011 (lihat dari berita lain di AntaraNews). Jembatan ini sudah lama di-blowup media 2011 lalu. Ini adalah jembatan Cicaringin, Gunung Kencana, Lebak, Banten. Ada usaha perbaikan tetapi tidak diketahui progress-nya. Maksud saya, ada berita mengenai perbaikan jembatan ini, tapi buat saya terlalu minim untuk mengonfirmasi bahwa perbaikan telah dilakukan (seolah mengukuhkan adagium bad news is "good news" untuk media). Jembatan ini hanya satu di antara ratusan jembatan rusak di Banten, salah satu provinsi termiskin di Indonesia yang notebene "menempel" dengan ibukota. Setidaknya ada dua kejadian jembatan gantung rubuh di Banten. 

Selasa 21 Januari 2014 jembatan gantung sungai Cibanten, Pekarungan, Kelurahan Kota Baru, Kota Serang rubuh karena penduduk sekitar berkumpul di sepanjang jembatan untuk melihat sungai banjir, padahal kondisi jembatan sudah demikian memprihatinkan. 

Video amatir sebelum kejadian lihat di: https://www.youtube.com/watch?v=BXGJDJFaxbE
Diberitakan dua hilang, tapi BPBD Banten menampik berita tersebut: https://www.youtube.com/watch?v=0700CyGe6Yk
TukarCerita.Com tidak mendapat klarifikasi kelanjutan apakah korban yang dikabarkan hilang lain dapat ditemukan dalam kondisi selamat.

Senin, 16 Maret 2015, Jembatan Pajagan, Kabupaten Lebak putus, sekitar 47 orang yang sedang melintas di atasnya semua selamat, beberapa menderita luka memar. Bupati Lebak menyalahkan tindakan warga yang membebani jembatan yang kondisi sebenarnya memang sudah rusak tersebut.  Beritanya di: https://www.youtube.com/watch?v=Apf_yoW86H4

Jika memperhatikan video amatir sebelumnya di atas, warga nampak demikian akrab akan risiko berbahaya yang mereka hadapi. Mungkin hal seperti ini yang mendasari Bupati Lebak mengatakan hal yang akhirnya menjadi kontroversial tersebut. Alasan lain bisa diakses di: Kompas

Bagaimanapun juga, warga tidak dapat sepenuhnya disalahkan. Justru itu merupakan gambaran kondisi kenyataan yang memprihatinkan yang memaksa mereka berbuat demikian sehingga seolah mereka "kehilangan kesadaran". Keprihatinan inilah yang membuat Anies Baswedan membuka media untuk melaporkan kondisi anak-anak di daerah: http://sahabat.kemdikbud.go.id/

Sayangnya, sepertinya media website yang disediakan Kemendikbud tersebut kurang efektif untuk menampung keluhan semacam ini. Hal ini saya simpulkan dari belum adanya laporan masuk pada laman tersebut: http://sahabat.kemdikbud.go.id/laporan. Media sosial seperti FB, SMS, Twitter seringkali lebih efektif untuk menjaring laporan dan keluhan.


Baca juga: Urgensi Tabayyun, Prinsip Etika dalam Islam yang Makin Ditinggalkan

Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into