Home » , » Makan Bersama dengan Kresek Hitam

Makan Bersama dengan Kresek Hitam

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Friday, May 9, 2014 | 9:57 AM

Kemarin di Facebook saya unggah foto saya makan dengan bungkus styrofoam. Dari komentar yang masuk, saya paham banyak teman-teman FB yang sudah sadar dan waspada styrofoam. Hal itu mengingatkan saya pada pengalaman yang saya alami beberapa saat sebelumnya, yang akan saya ceritakan di bawah ini.

Beberapa hari lalu saya keluar bersama istri dan anak untuk beli gula. Saat perjalanan pulang, di pinggir jalan kami melihat sepasang suami istri penjual soto yang baru buka lapak. Setelah melewatinya beberapa meter, akhirnya kami berbalik lagi untuk beli soto di situ, dibungkus. Kami sepakat satu bungkus saja.

Kresek Hitam

Dari caranya melayani dan menyajikan menu, saya melihat bapak-ibu penjual soto ini memang pemula, dalam arti memang baru pertama jualan maupun baru buka sore itu. Saat akan membungkus sotonya, mereka pun kebingungan mencari di mana mereka taruh plastik bungkusnya. Sayangnya, bungkus soto yang dipakai adalah kresek hitam ukuran kecil, kualitas rendah pula (dindingnya terawang, rapuh seperti gambar di bawah). Saat soto mau dimasukkan kresek itu, saya cegah penjualnya. Soto tak jadi dibungkus, tapi saya makan di sana.

Kresek hitam
Kresek hitam, apakah baik untuk makanan panas?
Saat mau pulang, saya berpesan pada Bapak si penjual, kalau bisa bungkusnya diganti plastik 1,5 kg yang agak buram, tidak terlalu bening. Apakah tas plastik yang saya sebutkan itu benar-benar aman? Ini hanya karena keterbatasan pengetahuan saya. Sependek pengetahuan saya, jenis itu cocok untuk makanan panas. (Selebihnya, rujuklah ahli yang berpengalaman!)

Nampaknya beliau maklum, "Yang warna buram es ya, Pak?"
Saya membenarkan sambil berpikir mungkin yang beliau maksud sama dengan yang ada di pikiran saya. 
"Maklum, Pak. Saya baru pertama ini belajar berjualan," jelas beliau. Saya pun paham.

Makan Bersama

Saat itu bisa jadi ada orang yang memandang aneh, makan di warung kok hanya untuk diri sendiri, istri anak tidak diberi?

Buat saya, makan sesuatu sendirian atau untuk diri sendiri itu tidak otomatis tega dengan yang lain. Bisa jadi, makanan yang dimakan itu tidak enak. Maka, saya selalu berusaha untuk mencicipi terlebih dahulu makanan asing sebelum orang lain yang saya sayangi memakannya. Makanan asing itu akan saya tawarkan ke orang jika rasanya cukup enak setidaknya di lidah saya. Begitu pun saat itu. Saya sebenarnya sudah makan, istri sudah menggeleng melihat isi menu sotonya, sedang anak yang memang baru bangun tidur mengangguk tanda lapar.

Kadang saya membeli sesuatu untuk kepentingan sendiri, kadang juga saya membeli untuk kebahagiaan orang lain, baik keluarga maupun orang lain. Begitu juga halnya saat membeli makanan seperti soto tadi. Saya sendiri sebenarnya sudah makan di rumah sebelum berangkat. Oleh karena itu, selain karena rasa penasaran, tujuan membeli soto tersebut adalah lebih ke empati pada penjual yang menggelar dagangannya area depan gereja desa kami itu, tepatnya di bawah tenda terpal yang dibuat sangat sederhana berbataskan pagar gereja dan pinggir sungai. Bayangan saya, alangkah bahagianya sepasang suami istri bapak-ibu tadi, dagangan pertamanya mendapatkan pembeli. Empati seperti itu selalu melintas walau hanya sekilas sepersekian detik setiap saya menghadapi pemandangan seperti itu. Empati itu pula yang bisa mencegah nyinyir saya melihat bungkus kresek hitam yang tidak layak di atas.

Itulah yang saya pahami dari filsafat mangan ora mangan pokoke kumpul. Artinya, makan bersama. Makan bersama tidak harus terlihat oleh mata orang kita makan bersama satu, tapi bisa jadi situasinya seperti yang saya gambarkan di atas. Makan sendirian, tapi dalam rasa empati kumpul menjadi satu. Yang makan adalah saya sendirian, tapi semua orang di sekitar, anak, istri, sepasang penjual soto, semua merasakan kebahagiaan.

Sehabis dari penjual soto itu, kami pergi ke warung rica-rica menthog langganan kami, pesan bungkus menu tersebut. Kami mohon maaf, sebab kali ini benar-benar untuk kebahagiaan kami sendiri sebagai manusia,  yaitu untuk mengisi perut kami sekeluarga yang lapar malam nanti. :D

Sekian +Tukar Cerita saya.     

Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into