Home » , » Memahami Rasa Suka dan Benci dalam Diri Manusia (Bab Pethukan Bagian 2)

Memahami Rasa Suka dan Benci dalam Diri Manusia (Bab Pethukan Bagian 2)

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Wednesday, April 17, 2013 | 5:32 AM

Penjabaran Kawruh Bab Pethukan Wejangan Ki Ageng Suryamentaram (KAS) yang disampaikan oleh Ki A.Taryadi, pemerhati ilmu jiwa KAS, dalam Junggring Salaka yang diposting Ki Eko Sanjoto 28 Juli 2010. Beliau membagi uraiannya ke dalam delapan bagian, berikut lanjutan dari Respons Manusia terhadap Kehidupan:

Suka - Benci (Dhemen Sengit)

Suka dan Benci
Dalam berinteraksi dengan apa saja kita selalu menanggapi dengan rasa suka (dhemen) atau benci. Suka kalau mendapat keuntungan dan benci kalau dirugikan. Jadi suka dan benci itu timbul dari rasa memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Rasa untung rugi itu bukan hanya berkenaan dengan soal harta benda , namun juga soal kehormatan dan kekuasaan (Semat, drajat, kramat).

Rasa suka dan benci ini bermacam-macam rupanya. Suka bisa berupa senyum, gembira, bangga, nikmat dan sebagainya. Benci bisa berupa: marah, malu, takut jengkel, sebel, dongkol, gondok dan sebagainya. Jika kita tidak mengenalnya maka kita juga tidak dapat mengamatinya sehingga kita tidak dapat mengetahui tanggapan kita; tidak mengetahui diri sendiri. Oleh karena itu jangan pernah pangling dengan suka benci kita sendiri yang sering berganti rupa itu.

Tindak Tanduk Perasaan (Tandanging Raos)

Setelah mengetahui rupa suka benci (diri kita sendiri) barulah kita mengerti tindak-tanduk perasaan (raos) tersebut. Raos itu bertindak-tanduk. Bahkan raos itu dapat diketahui melalui tindak-tanduknya. Adapun tindak-tanduk raos tersebut berupa gagasan atau pikiran. Misalnya tindak-tanduk rasa marah bisa berwujud pikiran untuk merugikan orang yang dimarahi. Bisa juga merupakan pikiran untuk melarikan diri, gagasan untuk bunuh diri dan sebagainya. Bila kita tidak mengenali tindak tanduk rasa marah tersebut kita tidak bisa melihat rasa (raos) itu. Rasa marah dalam diri seseorang bila tercampur dengan rasa takut terhadap yang dimarahi, ia bertindak menahan marah. Hal tersebut merupakan perang batin. Perang antara rasa marah dengan yang menahan marah. Perang batin itu rasanya bingung dan celaka (susah), sebab kita tidak mengetahui yang mana kita ini, yang marah atau yang menahan marah.

Apabila kita menyadari bahwa menahan marah itu tindak-tanduk rasa marah, maka selesailah perang batin itu. Kemudian kita dapat meneliti makna perasaan (tegesing raos). Mengerti makna rasa kita, berarti melihat jelas rasa kita sendiri.

Makna Perasaan (Tegesing Raos)

Memaknai perasaan itu bisa dilihat dari kesamaan maksudnya. Walupun maksud perasaan itu sering kali disembunyikan. Misalnya yang namanya benci, berupa apapun dia artinya (teges) sewenang-wenang. Sebab yang membenci pasti bermaksud mencelakakan orang yang dibenci.

Rasa dhemen (suka) itu juga sewenang-wenang. Misalnya kita bertemu dengan teman kita. Tentu kita berusaha untuk menyenangkan hatinya. Bila diteliti usaha kita tersebut mengandung bujukan agar teman kita tersebut tetap menyenangkan kita. Tanpa kita mengabaikan perasaannya. Sifat mementingkan diri sendiri seperti itu tentu saja sewenang wenang namanya.

Tindak tanduk, tanggapan rasa suka yang berupa gagasan atau pikiranpun bila diteliti sampai tuntas, pasti akan ketemu bahwa semuanya itu adalah sewenang-wenang. Jadi intinya baik rasa dhemen maupun rasa benci pada hakekatnya adalah sewenang-wenang. (Hendaknya dibedakan antara rasa sewenang-wenang dengan tindakan sewenang wenang).

Makna Perasaan (Tegesing Raos)

Setelah kita mengetahui rupa,tindak tanduk dan makna perasaan (tegesing raos) suka dan benci, kita lantas dapat meneliti si tukang menanggapi (yang merespon).

Dalam hal ini kita harus berhati-hati. Karena, kita sering keliru mengambil contoh rasa khayalan yang dianggap sungguhan. Misalnya kita mengambil contoh rasa suka dan benci orang lain, itu adalah rasa khayalan. Atau misalnya kita mengambil contoh rasa suka benci kita yang masa lalu atau yang akan datang, itupun rasa khayalan atau catatan rasa. Jadi bukan rasa yang sesungguhnya.

Oleh karena itu guna meneliti tukang menanggapi ini, hendaknya dimulai dari mengamati rasa suka dan benci kita yang ada sekarang di sini. Setiap saat rasa benci dan suka itu pasti muncul. Sebab baru dihinggapi lalat saja rasa benci kita sudah timbul. Jadi tidak usah dicari jauh-jauh.

Tukang menanggapi itu terdiri dari dua macam yaitu : rasa hidup dan catatan. Rasa hidup meliputi dua hal pokok yaitu: rasa hidup butuh melestarikan kehidupan raganya dan rasa hidup butuh melestarikan jenisnya. (agar jenisnya tidak punah) Sedangkan catatan itu banyak sekali jumlahnya, Catatan catatan itu bergerombol sesuai dengan jenisnya, kemudian gerombolan catatan ini membentuk kramadangsa, rasa namanya sendiri (ego), jadi sesungguhnya yang tukang menanggapi itu adalah kramadangsa.

Urut-Urutan Jalannya Pethukan (Tanggapan)

Dari pembicaraan kita tersebut, kini kita dapat menyusun urutan-urutan jalannya Pethukan (Tanggapan)
  • Langkah Pertama adalah meneliti tanggapan kita yang berupa dhemen-benci. Penelitian terhadap dhemen-benci kita sendiri ini, harus sampai mengetahui bahwa dhemen-benci kita ini bermakna sewenang-wenang.
  • Langkah kedua adalah mencari raos sami (rasa sama) yang ada pada diri sendiri dan orang lain yang dihadapai, sehingga lahir rasa damai.
  • Langkah ketiga, bertindak sesuai dengan yang diketahui sekarang disini, jadi pasti tepat dan benar.
  • Untuk lebih jelasnya mengenai urut-urutan jalannya pethukan ini dapat dibicarakan bersama dalam sesi TANDHESAN.
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into