Home » , » Memahami Respons Manusia terhadap Hidup (Bab Pethukan Bagian 1)

Memahami Respons Manusia terhadap Hidup (Bab Pethukan Bagian 1)

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Tuesday, April 16, 2013 | 9:38 PM

Penjabaran Kawruh Bab Pethukan Wejangan Ki Ageng Suryamentaram (KAS) yang disampaikan oleh Ki A.Taryadi, pemerhati ilmu jiwa KAS, dalam Junggring Salaka yang diposting Ki Eko Sanjoto 28 Juli 2010. Beliau membagi uraiannya ke dalam delapan bagian sebagai berikut:
  1. Sekapur Sirih
  2. Hal Tanggapan
  3. Yang Ditanggapi (Yang Direspon)
  4. Suka Benci
  5. Tindak Tanduk Perasaan
  6. Makna Perasaan
  7. Tukang Menanggapi (Yang Merespon)
  8. Urut-Urutan Jalannya Tanggapan
Ki A. Taryadi

Sekapur Sirih

Ditugasi menyampaikan Kawruh Bab Pethukan di jonggring salaka kali ini saya akan mengikuti pakem saja, sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh KAS dan Ki Prono Widigdo yang termuat dalam buku Kawruh Jiwa Jilid 3. Tujuannya jelas agar kita dapat fokus dan langsung praktik menjenguk raos raos kita sendiri sehubungan dengan Kawruh Pethukan ini. Di sini antara lain kita akan melihat beda antara mempelajari catatan kramadangsa dengan mempelajari Kramadangsa, beda antara mengerti Raos dengan melihat Raos. Untuk menyingkat waktu, tentu saya akan menyampaikan pokok pokok masalahnya saja. Pendalamannya bisa dilakukan di sesi berikutnya Tandhesan. Salam!

Hal Tanggapan

Kata bahasa Jawa "Pethukan" berasal dari kata Pethuk artinya berjumpa atau bertemu. Tapi Kawruh Pethukan tentu kurang tepat kalau diterjemahkan dengan Ilmu Perjumpaan. Oleh karena itu, dalam buku terjemahan dalam Bahasa Indonesia jilid I "FALSAFAH HIDUP BAHAGIA" dipilih padanan kata TANGGAPAN untuk mengistilahi kata pethukan tersebut. Istilah lain boleh dipakai kata respon. Diharapkan padanan kata tersebut dapat mewakili istilah Pethukan.

Kawruh Bab Pethukan ini sesungguhnya merupakan pengembangan atau pendalaman lebih lanjut tentang Pangawikan Pribadi terutama Kawruh Bab Kramadangsa dan Ukuran IV. Karena Kawruh Pethukan ini terutama juga mempelajari diri sendiri. Mempelajari diri sendiri memang semestinya dimulai dari mengamati tanggapan/respon (Pethukan) kita dalam berinteraksi. Sebab Tanggapan itu adalah diri kita sendiri yang tampak ketika kita berinteraksi.

Diri kita senantiasa berhubungan dengan benda, orang dan gagasan. Dalam hubungan itu rasa yang timbul menanggapi adalah diri kita sendiri.Dalam pergaulan, mengetahui tanggapan sendiri mutlak perlu. Sebab bila kita tidak mengetahui tanggapan kita sendiri tentu kita akan selalu bertengkar dengan orang lain .

Tanggapan kita terhadap orang lain hanya ada dua macam , yaitu rasa dhemen dan rasa benci . Apabila diri sendiri diuntungkan kita merasa dhemen, kalau dirugikan benci. Rupa rasa dhemen dan benci itu banyak. Rasa dhemen misalnya: gembira, mesem (senyum), moncer (bangga), nikmat dsb. Rasa benci misalnya: marah, main, risih, jengkel, dsb.

Sehubungan dengan banyaknya rupa dhemen dan benci itu terkadang kita pangling dengan rasa dhemen-benci kita sendiri.

Apabila tidak melihat tanggapan kita sendiri yang berupa dhemen dan benci itu kita akan selalu bertengkar dengan orang lain ketika berinteraksi. Sebab dhemen benci kita tersebut selalu dipakai menjadi patokan untuk menetapkan benar salah, baik buruk terhadap yang dihadapi. Kalau menguntungkan dianggap benar atau baik, kalau merugikan dianggap salah atau buruk. Itulah sebabnya kenapa diri kita sendiri sesungguhnya menjadi pusat pertengkaran, pabrik pertengkaran atau dengan kata lain tukang bertengkar.

Itu semata-mata dikarenakan setiap kita pasti merasa pribadi. Setiap merasa pribadi pasti mencari enak pribadi, mencari untung pribadi, tidak peduli orang lain. Padahal kita selalu merasa pribadi, jadi kita tetap menjadi tukang bertengkar, disebabkan oleh sikap mementingkan diri sendiri tersebut. Dengan demikian itu berarti melihat tanggapan diri sendiri harus sampai mengetahui diri sendiri yang tukang bertengkar.

Melihat rasa tentu berbeda dengan mengerti rasa. Melihat rasa itu tidak sukar. Asalkan mata batin kita melek pasti kita bebas melihat rasa, Mengerti rasa itu bisa mudah , bisa juga sukar tergantung kemampuan berpikirnya . Oleh karena itu mengerti rasa itu bisa mengerti sedikit atau mengerti banyak .

Sebelum mengetahui tanggapan kita sendiri, kita harus jelas terlebih dahulu yang kita tanggapi. Sebab apabila yang ditanggapi tidak jelas tanggapannya pun tidak jelas. Setiap ada rasa yang timbul dari batin kita, itulah tanggapan kita yang berupa dhemen-benci. Timbulnya rasa tanggapan tersebut tentu karena tersentuh oleh sesuatu yang ditanggapi. Jika tidak ada sentuhan dari yang di tanggapi tentu tidak akan timbul rasa tanggapan. Adapun yang menyentuh rasa tanggapan kita adalah sifat dan perbuatan yang ditanggapi. Itulah yang menyebabkan hidupnya Kramadangsa.

Yang Ditanggapi ( Yang Direspon)

Adapun yang ditanggapi ada 3 hal. Yaitu barang barang (benda), orang, dan gagasan.
  1. Barang barang.
    Yang paling mudah dicermati adalah tanggapari terhadap barang-barang, karena barang barang itu dapat dikenal dengan indra kita. Oleh sebab itu mudah dipahami sifat dan perilakunya.
  2. Orang
    Yang agak sulit dipahami adalah tanggapan terhadap orang, karena orang memiliki perasaan (Raos). Berhubungan dengan orang berarti berhubungan dengan perasaan (Raos). Dalam berhubungan dengan orang (Raos) kita sering keliru memakai cara berhubungan dengan barang. Misalnya cara kita mendidik anak supaya rajin belajar dengan paksaan dan marah marah. Dengan cara tersebut tentu hasilnya tidak akan maksimal. Sebab masalah rajin itu adalah kamauan sendiri. Kenapa anak tidak rajin tentu ada sebabnya. Kita harus mencari sebabnya. Misalnya disebabkan oleh keasyikannya terhadap sesuatu, keasyikan itulah yang harus diupayakan untuk dihilangkan.
  3. Gagasan
    Adapun yang paling sukar diketahui ialah tanggapan atas gagasan diri sendiri, karena gagasan ini sebelum kita teliti, kita mengangap sebagai kebenaran. Sesuai dengan kenyataan. Sehingga gagasan ini memposisikan diri sebagai yang menanggapi, bukan sebagai yang ditanggapi. Misalnya gagasan tentang kematian. Gagasan tentang kematian itu biasanya berupa ajaran-ajaran seperti ajaran kematian yang menyatakan bahwa: "Orang mati itu kalau memperoleh karunia, Sukmanya bisa menunggal dengan Hyang Sukma". Ajaran ini kemudian dipakai untuk menetapkan benar atau salah bagi tingkah laku seseorang. Bila melaksanakan ajaran tersebut dianggap benar sebaliknya kalau tidak melaksanakan dianggap salah. Namun, setelah diteliti, dan diketahui bahwa ajaran itu hanya gagasan, maka kitapun mengetahui bahwa ajaran tersebut tidak layak dipakai sebagai tolak ukur untuk menentukan benar-salah perilaku seseorang. Sebab yang mengajarkan juga belum pernah mati.
    Gagasan itu banyak sekali jumlahnya. Tetapi secara umum pada dasamya dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Tatanan, ajaran-ajaran dan pendapat.
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into