Home » , » Mengapa Pornografi Membuat Kecanduan (Coolidge Effect #2)

Mengapa Pornografi Membuat Kecanduan (Coolidge Effect #2)

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Monday, October 29, 2012 | 11:44 PM

Dopamine bukan hanya terlepas akibat respon pada sesuatu hal yang baru. Ketika sesuatu lebih menggairahkan daripada yang diantisipasi, rangkaian penghargaan balasan di otak melepaskan dopamine dan tak henti-hentinya mengalirkannya. Situs-situs porno selalu menawarkan hal-hal baru yang tak terduga, sesuatu yang lebih nakal. 

Apa yang Membuat Pasangan Menjadi Nampak Kurang Menarik?

Sebaliknya, bercinta dengan kekasih tidak selalu lebih baik daripada yang diharapkan, tidak pula akan menawarkan variasi tanpa batas. Hal itu menawarkan bentuk lain dari mekanisme ganjaran (reward) yang lebih menenangkan. Yang menyedihkan, satu bagian primitif otak kita mengasumsikan jumlah dopamine setara dengan nilai aktivitas padahal tidak.

Garis besarnya: Terlalu banyak rangsangan buatan bisa membuat pasangan Anda seperti daging beku. Menurut sebuah penilitian tahun 2007, pemajanan pada serangkaian gambar wanita seksi menyebabkan pria menurunkan penilaiannya terhadap pasangan hidup mereka yang asli. Pria menilai pasangannya itu rendah tidak hanya pada daya tariknya, tapi juga kehangatan dan inteligensinya. Demikian juga, partisipan yang telah mengonsumsi pornografi pada sebuah penelitian tahun 2006 melaporkan berkurangnya kepuasan mereka terhadap pasangan intim mereka—termasuk rasa sayang, penampilan, rasa penasaran, dan kinerja seksual pasangan mereka . 

Bahkan beberapa dekade yang lalu, hubungan seksual dengan pasangan yang hangat dan siap kawin biasanya akan memberikan dopamine lebih daripada masturbasi (lagi) pada boneka mainan seks yang lembab. Sekali Boneka Miss Juli sepenuhnya “dibuahi”, gelombang dopamine sebagai respon terhadap lekukan tubuhnya yang terbuat dari cat semprot itu akan semakin berkurang. Kita harus menunggu lagi kiriman boneka baru Miss Agustus. Lalu muncul toko penjual film-film porno. Tapi berapa kali kita bisa meninggalkan video yang sama sebelum kita memperoleh edisi yang baru lagi? (Membayar untuk situs porno...sungguh aneh.) 

Situs porno sekarang ini, menawarkan daya tarik tak berkesudahan hanya lewat klik mouse. Kita bisa berburu (aktivitas pelepasan dopamine lagi) selama berjam-jam, dan mendapatkan lebih banyak pengalaman dengan partner baru setiap sepuluh menit sekali daripada yang bisa didapatkan oleh para pemburu pornografi pendahulu-pendahulu kita seumur hidup mereka. Hantaman demi hantaman dopamine bisa mempengaruhi keadaan tubuh yang berubah seperti akibat narkoba. (Kokain, misalnya, berperan besar atas kelebihan dopamine yang bersirkulasi dalam otak.) Hal itu begitu kuat untuk mengabaikan mekanisme kejenuhan seksual yang normal dari otak kita setelah orgasme. 

video porno mengakibatkan kecanduan
Mengapa menonton video porno mengakibatkan kecanduan?
"Aku telah bermartubasi dengan film porno yang sama sejak aku berusia belasan. Tak pernah kutemui masalah disfungsi ereksi sampai akhirnya pada 6 tahun yang lalu. Masalah ini berawal dari akses streaming situs porno gratis. Seiring dengan kecepatan koneksi yang terus bertambah, aku bisa mendapatkan akses melimpah semampuku. Akhirnya otakku mengalami gejala baru yaitu dapat terangsang hanya dengan bermasturbasi pada film porno. Aku sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita cantik dan menggairahkan selama empat tahun terakhir dan aku perhatikan libidoku menurun dan disfungsi ereksi terjadi pada diriku."

Kita sering mendengar bahwa, "Pornoografi sudah ada sejak dulu kala, jadi tak ada dampak yang merugikan." Namun, klaim ini tidak ada artinya ketika efek dahsyat dari kesenangan akan sesuatu yang baru pada otak disadari sepenuhnya. Sekarang ini situs porno 24 jam sehari dengan genre tanpa batas tidak mudah memadamkan selera nafsu seksual kita. Bahkan itu dapat membuat kita melangkah terlalu jauh dari selera seksual kita tadi—mungkin dengan konsekuensi buruk.. Bagi sebagian orang, masturbasi dengan situs porno menjadi menarik daripada seks itu sendiri: 

"Lebih jauh dari sekedar 'menggesek-gesek,' kami tukang masturbasi kronis biasanya melakukan satu praktik yang kita namakan 'edging': membawa diri kami ke pinggiran orgasme berulang-ulang tanpa ejakulasi. Kami menjaga bangkitnya gairang seksual agar tetap pada tingkat yang ekstrim selama berjam-jam.Aku adalah salah satu partisipan dalam beberapa grup masturbasi memakai internet, dan aku memoderatori salah satu grup tersebut."

"Banyak di antar kami yang melangkah terlalu jauh hingga meninggalkan pasangan seks kami, bahkan walaupun pasangan kami itu masih bersedia. Kami juga menciptakan istilah “copulatory impotence" (impotensi persenggamaan) untuk fenomena lazim mengenai kemampuan ereksi karena situs porno, bukan karena bercinta dengan pasangan."

Wow! Sebuah mekanisme evolusioner dikalkulasikan untuk menambah keturunan dan variasi genetik dapat mendorong pengguna pornografi internet meninggalkan pasangan riilnya? Ya, karena mekanisme itu berbahan bakar dopamine. Otak kita berasumsi bahwa jika sesuatu sangat merangsang kita, pastilah itu merupakan kesempatan pembuahan yang sebenarnya (bahkan layak mempertaruhkan resiko berbahaya, balik pada zaman dulu). 

Kehancuran Generasi Muda

Jika tidak memahami Coolidge Effect sebagai mekanisme otak tersembunyi yang mendorong kita untuk tetap memacu diri meski kita sudah mendapatkan lebih dari cukup, kita akan kesulitan untuk menghubungkan libido yang tak pernah puas dengan fakta bahwa otak kita menjadi kurang responsif karena kelebihan dopamine. Pada akhirnya hal itu bisa terasa seperti libido kita tidak akan terpuaskan. Situasi ini paradoks karena bau afrodisiak dari banyak film porno itu pada awalnya terasa seperti jawaban untuk keadaan yang menyedihkan dari kinerja seksual. 

Realitasnya, bagaimanapun juga, adalah ketidakpuasan yang didorong oleh neurokimiawi jauh di dalam otak bisa dengan baik menyulut dorongan untuk mencari rangsangan lebih. Satu petunjuk bahwa alat pengatur libido kita telah terpengaruh adalah dengan melihat apakah kita memerlukan situs porno untuk bisa terangsang atau mencapai klimaks. (Ya, balik pada zaman dulu, pria gampang bermasturbasi hingga klimaks tanpa pornografi.) 

Gejala lain adalah kegelisahan, sifat lekas marah, dan ketidakpuasan, hasrat untuk hubungan seks yang lebih nakal/aneh, mendapati pasangan kita kurang atraktif dan menarik dibanding internet, atau satu kebutuhan akan materi yang lebih ekstrim. Para ahli menyebut efek ini “toleransi.” Hal tersebut bisa mengindikasikan sebuah proses kecanduan sedang terjadi di otak. 

Sebagai contoh, lihatlah ceramah lima menit “Demise of Guys?” oleh psikolog terkenal Philip Zimbardo di mana beliau menggambarkan bagaimana “kecanduan yang membangkitkan” telah mempengaruhi generasi kita keseluruhan demikian buruknya. Seorang mantan pengguna pornografi yang telah pulih berkata: 

"Aku secara pribadi menderita dari apa yang telah dia katakan di video ini. Sejak berhenti melihat pornografi, depersonalisasi semakin berkurang. Aku bisa berkelakar tanpa beban dan berbicara dengan lancar tanpa memikirkan tentang apa yang aku katakan atau mengkhawatirkan bagaimana orang lain akan bereaksi. Hubunganku dengan pacarku juga menjadi lebih bersifat personal saat dinding-dinding yang kubangun sekarang runtuh. Video yang bagus."

Banyak masalah yang terjadi bermula dari Efek Coolidge tersembunyi yang dimunculkan oleh kesenangan akan hal baru—panggilan alam untuk menjamin kita melakukan tugas tubuh jika pasangan yang matang dan siap kawin di sekitar kita, walaupun jika kita telah mendapatkan seks lebih dari cukup. Gen kita tidak peduli hal terbaik apa yang menghilangkan stres kita, melindungi kesehatan kita, atau menjaga hubungan kita. Mereka secara otomatis memaksa kita untuk mengambil pilihan yang melepaskan dopamine terbanyak. Ketika seorang wanita seksi di dunia maya memberi isyarat, otak kita mengasumsikan bahwa kita berada di urusan penyebaran gen. Itu adalah prioritas utama—tanpa memandang kerusakan beruntun yang terjadi pada diri kita.

Baca artikel dan bahasa aslinya di sini:

Catatan:
Terjemahan di atas saya tulis di sini untuk pelajaran bagi kita sehingga bisa memahami bahwa mekanisme tubuh dalam diri secara alamiah dapat menjerumuskan diri sendiri pada hal-hal negatif. Mudah-mudahan tidak terjadi pada diri kita.

Kalau kebetulan para pembaca singgah di blog ini, silahkan beri komentar terjemahan saya maupun diskusi isi artikel ini. Terima kasih. Salam.
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into