Home » , » Guru Honorer Ini Jadi Bahan Hinaan Sopir Angkot dan Tukang Becak

Guru Honorer Ini Jadi Bahan Hinaan Sopir Angkot dan Tukang Becak

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Monday, December 29, 2014 | 2:54 PM

Melalui grup Forum Persatuan Guru Republik Indonesia, seorang guru honorer menyampaikan "curhat"-nya di Facebook. Opik Ferdian, nama guru honorer tersebut, mengalami pengalaman menyakitkan hatinya sebagai guru honorer saat tengah menggunakan kendaraan umum angkot. Menurut penuturan Pak Opik, ketika itu posisi duduknya tepat di belakang sopir. Si sopir sedang mengobrol dengan penumpang di sebelahnya, sehingga Pak Opik mendengar perbincangan yang tengah mereka berdua bicarakan.

Guru honorer ini menjadi bahan hinaan sopir angkot
Guru honorer menjadi bahan hinaan sopir angkot dan tukang becak.

Sampai pada suatu topik, Pak Opik mendengar sendiri gurauan yang secara tidak langsung menyinggung profesinya. Inilah ucapan si sopir angkot yang cukup menyakitkan hatinya.
"Guru honorer yang sarjana gajinya 100 ribu per bulan, paling besar 400 ribu per bulan, kalah oleh saya yang hanya lulusan SD tapi bisa mendapatkan di atas 1 juta per bulan," demikian olok si sopir sambil tertawa.
Menjadi bahan tertawaan, hati Pak Opik memang sakit, tetapi tetap berusaha tegar. Mau tidak mau, Pak Opik menghadapinya sebagai fakta. Menjadi guru honorer adalah jalan yang telah beliau pilih dengan penuh ketulusan dan keihklasan. Harapannya, Allah akan memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang tulus dan ikhlas berbakti seperti para guru honorer lainnya.

Hal serupa dialami juga oleh teman seprofesi lainnya. Adalah Bu Lisa dari Boyolali yang mengungkapkan curhatan serupa. Beliau mendengar ejekan dari seorang tetangga yang anaknya bekerja di sebuah toko pakaian.
"Bu Lisa saja yang sarjana gajinya gak ada seperempat gaji anak saya yang cuma lulusan SMP," demikian ejekan yang Bu Lisa dengar.
Ternyata pengalaman beliau berdua di atas hanyalah dua bentuk dari sekian ejekan serupa yang dialami teman-teman honorer lainnya. Fakta ini terungkap setelah teman-teman lainnya berbagi pengalaman serupa di bagian komentar. Sebagian masyarakat memang masih memandang sebelah mata profesi guru yang sebenarnya sangat vital bagi kemajuan sebuah bangsa ini.

Menanggapi curhatan ini, teman-teman guru lain pun ikut mendukung pilihan sebagai guru honorer. Beberapa teman seprofesi yang merasa senasib ada yang balik menghina, sebagian lagi berusaha saling membesarkan hati, dan sebagian lainnya memberikan tips-tips agar perjuangan mulia menjadi guru tetap dijalani dengan penuh bakti.

Salah satu guru yang memberikan tipsnya adalah Bu Zidny yang kini mengajar di SMP Negeri 1 Mesuji Makmur. Beliau memberikan tips agar para guru dapat tetap ikhlas menjalani profesi guru sepenuh hati:
"Cintai anak seperti anak kandung, semua beban seperti itu tentu akan hilang. Rezeki telah diatur oleh Allah. Jangan lupa untuk senantiasa bersedekah."
Pak Wawan berbeda lagi dalam menghadapi hinaan serupa. Beliau berprinsip, hinaan bisa jadi pendorong yang kuat untuk berusaha mengubah nasib. Pak Wawan mencontohkan, dirinya menjadikan hinaan itu sebagai pelecut diri untuk melakukan hal yang bisa dilakukan oleh si penghina. Ketika suatu saat Pak Wawan dihina tetangganya yang tukang becak gara-gara anak Pak Wawan menangis karena Pak Wawan tidak sanggup membelikannya sepeda, Pak Wawan segera berinisiatif untuk melakukan pekerjaan sambilan serupa, yaitu menjadi pengayuh becak. Dengan uang hasil mengayuh becak itu, akhirnya Pak Wawan pun berhasil membelikan anaknya sepeda.

Lain lagi pengalaman yang dishare oleh Pak Bambang, guru honorer di SMP Negeri 1 Lebakwangi. Beliau memberikan motivasi yang bisa dijadikan teladan bagi yang lainnya. 
"Gaji guru honorer memang tidak bisa diandalkan untuk beranjak dari kesulitan ekonomi. Tapi kita dapat membuka usaha lain. Tidak ada alasan untuk tidak bisa maju, modal bisa didapat dengan meminjam di bank atau koperasi." ungkap Pak Bambang.
Dengan berbekal kreativitas mencari peluang usaha lainnya, Pak Bambang akhirnya bisa mendapatkan penghasilan sampai dengan 3 juta per bulan. Alih-alih mengeluh, kita dapat hidup lebih baik dengan berusaha berbekal kreativitas dan keberanian. Yang mana yang kita pilih untuk kita tempuh?
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into