Home » , » Kearifan Lokal Petani Junrejo (1): Tonggak Yuyu

Kearifan Lokal Petani Junrejo (1): Tonggak Yuyu

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Saturday, March 30, 2013 | 8:45 AM

Di pagi yang cerah ini seperti biasanya saya mengajak Dea jalan-jalan. Hanya rute-nya berbeda. Yang biasanya kami di jalan paving akses utama ke perumahan. Kali ini Kami memilih jalan melewati sawah. Semalam hujan, jadi pagi ini kami menikmati segarnya udara. Bisa kami lihat air hujan masih menggantung di setiap di ujung daun padi.Bening, berkilauan seperti intan diterpa hangatnya cahaya mentari. Kawanan burung pipit sudah keluar jauh lebih pagi dari kami, mencari sesuap beras menyibukkan petani. (Saya tak menyebutnya Pak Tani karena yang telaten menunggu padi bukan hanya bapak-bapak, tapi juga ibu-ibu.) Padi-padi sebagian memang mulai menguning. Dea saya kenalkan empat jenis tanaman dan binatang-binatang yang kami temui, yaitu jamur, jambu, bekicot, dan laba-laba. Bagi saya semua itu Nampak indah.

Air hujan di pucuk daun padi - background menara masjid

Namun yang lebih menarik perhatian saya adalah beberapa batang bambu yang tertancap menyebar di sawah tersebut. Jika hanya bambu tentu biasa saja. Yang tidak biasa terutama bagi saya adalah di ujung-ujungnya tertancap kepiting sawah (yuyu, cuyu). Batin saya, mungkin yuyu itu untuk makanan burung raja udang yang sering mencari mangsa di sekitar sawah. Tapi pa hubungannya raja udang dengan padi? Karena penasaran, akhirnya saya bertanya pada salah satu petani. 

Laba-laba di pohon jambu

Hama Yuyu (Kepiting Sawah) vs Hama Walang Sangit: Pengendalian Hama Memanfaatkan Perilaku Serangga

Tonggak bangkai yuyu pengendai walang sangit
Ternyata fungsi tonggak yuyu itu adalah untuk menarik perhatian hama walang sangit. Bagi petani, yuyu merupakan hama karena merusak galengan (pematang) sawah dengan membuat lubang-lubang di sana sehingga irigasi menjadi bocor. Hama yuyu ini dibasmi kemudian bangkainya ditusuk pada tonggak-tonggak bambu . Bau bangkai ternyata menarik perhatian walang sangit. Alih-alih migrasi ke tanaman padi, mereka akan mengerumuni bangkai yuyu tersebut. Saya tidak tahu apakah Inilah kearifan lokal penduduk setempat atau berasal dari informasi penyuluh. Tapi jelas ini adalah cara yang arif mengendalikan hama secara alami dengan menggunakan perilaku serangga.

Setelah googling tadi, ada dua hal lagi yang saya baru ketahui. Pertama, tentang laba-laba. Mereka yang nampak di sana sini menebar jaring ternyata sedang menunggu mangsa si walang sangit juga. Mereka adalah predator bagi walang sangit dan kawan petani. Kedua, tentang keindahan. Bagi penikmat pemandangan seperti saya, hamparan luas sawah yang membentang nampak indah karena kita jarang memandangnya. Sesuatu hal yang terlalu sering ditemui membuat kita bosan. Tapi buat petani, luas sawah adalah suatu kekompakan menghadapi serangan walang sangit. Makin luas hamparan berarti makin kompak mereka menanam bersama, dan makin serempak mereka menanam, makin sedikit jumlah generasi perkembangan hama walang sangit.

Itulah keindahan. Seperti kata pepatah, beauty is in the eye of the beholder. Setiap orang mempunyai kecondongan hati masing-masing. Standar keindahan itu tergantung pada kehendak hati masing-masing manusia. Demikian pelajaran pagi ini dari Buku Kehidupan.
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into