Home » , , » Aku Herman, Mengapa Kau Mengusik Kebiasaan Merokokku?

Aku Herman, Mengapa Kau Mengusik Kebiasaan Merokokku?

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Tuesday, October 28, 2014 | 10:33 AM

Trending topic minggu ini adalah tentang seorang menteri baru yang nyentrik. Beliau adalah orang sukses dalam kariernya walau tidak tamat SMA. Satu lagi yang membuat heboh media sosial, yaitu hobinya merokok. Salah satunya yang membuat beberapa di antara kita shocked adalah ketika beliau menerima wawancara para wartawan menjelang pelantikannya beberapa hari yang lalu sambil merokok di muka umum.

Menurut saya sendiri, ada yang tidak adil dalam menjustifikasi kebiasaan beliau. Pertama, pihak yang kontra menghendaki "etika wanita Indonesia" yang ditarik dari generalisasi bahwa wanita Indonesia itu sifatnya anggun, gemulai, dan lemah lembut. Tunggu dulu. Saya ingin memfokuskan dari sini saja.

Saya agak herman pada generalisasi wanita Indonesia tersebut? Bukankah setiap orang punya karakter unik yang berbeda-beda? Bahkan dalam keluarga Jawa saya pun saya temukan beragam karakter unik ini, mulai yang lembut hingga yang tegas dan trengginas, dari yang gemas dengan rokok walau baunya saja hingga yang "nyusur" tembakau. Yang gemas melihat orang merokok termasuk kakak perempuan saya. Dialah yang sukses mencegah saya dari rokok sejak saya mulai mencobanya waktu SMP. Tetapi jangan disangka kakak saya tersebut lemah gemulai. Kakak saya ini secara fisik lebih kuat daripada saya. Di sisi lain, anak-anak perempuan bibi saya dari pihak ibu sangat trengginas dalam kerja, maksud saya dalam pekerjaan yang biasanya dikerjakan laki-laki. Jika Anda ingin tahu, di samping bisa memasak dengan lezat, mengasuh bayi dengan anggun, beliau-beliau bisa menyabit rumput, mengangkat sekarung beras, atau memanggul seikat daun tebu untuk makanan ternak (Anda akan tahu beratnya bila Anda mencobanya). Di antara para wanita keluarga kami yang sudah berusia lanjut, saya melihat ada yang mempunyai hobi nyusur. Ya, kebiasaan ngemut tembakau sirih itu. Ada pula yang merokok klobot (bungkus rokok dari daun jagung). 

Bila Anda memandang sedikit luas, saya yakin Anda akan menemukan di beberapa daerah di Indonesia ini yang para wanitanya mempunyai kebiasaan yang tengah dicela ini. Lalu sejak kapan para ibu teridentifikasi anggun, lemah gemulai, dan bebas rokok? 
 
Kebiasaan merokok menurut etika
Mengapa kau sibuk menyalahkan kebiasaan merokok-ku? Ibarat sungai, dari kecil seperti di sampingku ini, hingga yang besar, setiap diri masing-masing punya sampah. Sibuk mengorek sampah di rumah orang sedang di rumah sendiri membusuk bukanlah kebijaksanaan.
Bagi saya, setiap diri adalah unik karena terbentuk latar belakangnya, baik asuhan, pendidikan, pengetahuan, maupun kehidupan sosialnya. Semua itu akan membentuk karakter diri. Dan kebetulan saja, kali ini kita harus menghadapi salah satu yang termasuk "sangat unik." Dalam studi-studi sosial, rasanya kita akan bisa menelusuri itu hingga ke akarnya.

Kedua, memandang wajar (menteri) pria merokok sementara di sisi lain menghujat (menteri) wanita merokok juga merupakan ketidakadilan. Kalau diteliti, bisa jadi pendapat ini merupakan gambaran pendapat laki-laki yang memandang wanita sebagai subordinasi-nya.

Ketiga, kita harus sadari bahwa pada titik tertentu antar norma kadang saling berbenturan. Sebagian memandang boleh, sebagian memandang tidak pantas, seperti kebiasaan ini (bahkan para ulama pun berbeda pendapat mengenai rokok). Pandangan setiap manusia ini pun terbentuk dari faktor-faktor tersebut di atas. Yang memandang wanita itu anggun, lemah lembut, nampaknya sedikit banyak mind-set-nya terpengaruh oleh norma orang Jawa (ningrat?). Bagi orang yang berpandangan seperti ini, melihat ibu menteri ini adalah melihat liyan-nya. Berbicara tentang liyan (otherness), kita harus membahas tentang posmodernisme dan toleransi, dan itu perlu dialog lebih panjang.

Dalam diskusi ini saya akan memotongnya sampai di sini, bahwa saya sepakat satu hal, yaitu prinsip sederhana yang mulai saya sadari sejak masuk kuliah, yaitu tidak merugikan orang lain dan sebaliknya kalau bisa bermanfaatlah! Merugikan orang lain itu termasuk: (1) membuat orang lain terganggu dengan asap rokok (2) Menelanjangi keburukan orang seolah keburukan diri sendiri tidak ada, padahal jelas masing-masing punya keburukan.

Pada akhirnya saya menemukan bahwa setiap orang pada dasarnya sama, punya sifat sewenang-wenang. Untuk mengendalikan kramadangsa kita yang sewenang-wenang menghakimi liyan ini, kita harus melatih memandang ke dalam diri alih-alih memandang apa yang kita anggap keburukan orang lain. (bersambung kalau sempat update)
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into