Home » » Puisi: Senandung Gejolak Jiwa

Puisi: Senandung Gejolak Jiwa

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Friday, June 6, 2008 | 10:06 PM

Manusia Setan

Kegelapan yang pekat
Adalah duniaku
Kadang sinar datang tapi tak lama
Hanya pamerkan dunianya yang gemerlap

Aku adalah setan
Dalam wujud manusia
Karena hanya dia yang bangga
Dengan kesombongannya
Tak mau akui keterbatasannya
Selalu tertawa dalam keraguaanya

Dan dia masih sempat berkata
"Aku lebih baik dari pada
Manusia yang cuma patuh dalam kebodohanya"

Oleh: Herry, Bekasi, 16 November 2001 

Rembulan Pagi

Dari kecil
Aku lebih suka pagi
Sebalikannya petang
Aku resep terbit
Sebaliknya petang
Aku resep terbit
Sebaliknya tengelam
Sampai
Kulihat indahnya rembulan
dimalam hari
Kalau sudah jatuh hati
Andai
Kutemani rembulan di pagi hari
Tanpa harus melewati senja

Oleh: Herry, Malang, Juni 2003

Inginku

aku... Pengen kelaut...
pengen ngerasain angin..
pengen "bengong" total
aku pengen.....

aku....
sudah dari dulu...
mengatakan lebih baik aku ga` ada dari pertama
tidak menjalani kehidupan...
nggak kenal yang nama nya dunia
aku...
lebih ingin tak punya "bentuk" didunia ini
tak ingin bersosialisasi
aku...
ingin sendiri..
ngga` terikat sesuatu... tak diperhatikan..
tak di pedulikan...
aku...
ingin dunia sendiri..
yang cukup aku sendiri..
begitu cintanya aku pada kesendirian
tapi..
sendiri itu...
tidak mencintai ku begitu rupa..
dalam kesendirian ku pun
selalu ada yang menemani..

aku hanya berpikir..
kalo aku berpikir seperti ini... termasuk orang yang gak bersyukur kah aku ?
Kalo aku berpikir seperti ini... apakah aku benci kehidupan ku ?
Kalo aku berpikir seperti ini... bosan kah aku akan kehidupan ?
kalo aku berpikir seperti ini... adakah yang salah dengan ku ?

sekarang...
aku ingin bercerita..
tapi ga` tau mulai darimana..
pake kata yang mana...

aku...
biar begini dulu...

Oleh: Iyur 10:45 a.m. on 9 Sept 2003

 

Aku Ingin Terkenal

Aku ingin masyhur
Hingga tiap angin berhembus
Membisikkan namaku
Di setiap telinga

Aku ingin terkenal
Sampai ujung duniapun
Luluh lumer melihat kebesaranku

Aku ingin hebat
Seperti Krakatau nan megah
Yang kekuatannya mengguncang kuat
Bumi timur dan barat

Tapi sayang ...
Aku bukanlah apa-apa
Aku tak terlalu kuat
Memakai jubah kebesaran yang dirajut
Dari emas puja-puji persembahan

Sayang ...
Aku bukan apa-apa
Aku tak mampu menjadi sombong
Bukankah hanya kesombongan
Mengerakkan angin sepoi hampa
Menjadi bermuatan
Dan hanya bermuatkan namaku

Aku ingin bisa sombong
Aku ingin bisa congkak
Aku ingin bisa menepuk dada bangga

Sayang ...
Aku masih bukan apa-apa

Hoi .... ! Tolonglah aku
Adakah yang bisa buat aku mampu sombong?

Oleh: Herry, Malang on 3:30 p.m. 10 November 2003 
Jika menurut Anda bermanfaat, silakan berbagi tulisan ini ke teman Anda dengan tombol Google+, Twitter, atau Facebook di bawah ini.
Comments
0 Comments
0 Comments

Berikan Komentar

Post a Comment

Translate This Page into